Langsung ke konten utama

ANALGETIK


ANALGETIK 

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni:
  1. Penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini.
  1. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf  bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, serta ion-ion kalium. Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu :
  •  Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
  • Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika local.
  • Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral  (narkotika) atau anestetika umum.

Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis turut berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri dari si pasien. Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu analgeti non-narkotinik atau analgesik non-opioid atau integumental analgesic (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika narkotik atau analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya morfin).
1.    Analgetik narkotik
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam Undang-undang Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh Dirjen POM. Secara kimiawi, obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a)    Alkaloid candu alamiah dan sintesis morfin dan kodein, heroin,   hidromorfon, hidrokodon, dan dionin.
b)    Pengganti-pengganti morfin yang terdiri dari :
1)    Petidin dan turunannya, fentanil dan sufentanil.
2)    Metadon dan turunannya: dekstromoramida, bezitramida, piritramida, dan d-ptopoksifen.
3)    Fenantren dan turunannya levorfenol termasuk pula pentazosin.
         Antagonis-antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping dari analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgesiknya dan terutama digunakan pada overdosis atau intoksiaksi dengan obat-obat ini. Zat-zat ini sendiri juga berkhasiat sebagai analgetik, tetapi tidak dapat digunakan dalam terapi, karena dia sendiri menimbulkan efek-efek samping yang mirip dengan morfin, antara lain depresi pernafasan dan reaksi-reaksi psikotis. Yang sering digunakan adalah nalorfin dan nalokson. Efek-efek samping dari morfin dan analgetika sentral lainnya pada dosis biasa adalah gangguan-gangguan lambung, usus (mual, muntah, obstipasi), juga efek-efek pusat lainnya seperti kegelisahan, sedasi, rasa kantuk, dan perubahan suasana jiwa dengan euforia. Pada dosis yang lebih tinggi terjadi efek-efek yang lebih berbahaya yaitu depresi pernafasan, tekanan darah turun, dan sirkulasi darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi koma dan pernafasan terhenti.
         Efek morfin terhadap Sistem Saraf Pusat berupa analgesia dan narkosis. Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum penderita tidur dan seringkali analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil (15-20 mg) menimbulkan euforia pada penderita yang sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai dengan mual, dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang, ketajaman penglihatan berkurang, ektremitas tersa berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi nafas dan miosis. Rasa lapar hilang dan dapat muntah yang tidak selalu disertai rasa mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi (15-20 mg) morfin akan tertidur cepat dan nyenyak disertai mimpi, nafas lambat danmiosis.
         Antara nyeri dan efek analgetik (juga efek depresi nafas) morfin dan opioid lain terdapat antagonisme, artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek analgetik dan efek depresi nafas morfin. Bila nyeri sudah dialami beberapa waktu sebelum pemberian morfin, efek analgetik obat ini tidak begitu besar. Sebaliknya bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek analgetik mencapai maksimum, dosis morfin yang diperlukan untuk meniadakan nyeri itu jauh lebih kecil. Penderita yang sedang mengalami nyeri hebat dan memerlukan mofin dengan dosis besar untuk menghilangkan rasa nyerinya, dapat tahan terhadap depresi nafas morfin. Tetapi bila nyeri itu tiba-tiba hilang, maka kemungkinan besar timbul gejala depresi nafas oleh morfin.

2.    Analgetik perifer (non-narkotik)
         Obat obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut,
a.    Salisilat-salisilat, Na-salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat
b.    Derivat-derivat p-aminofenol:fenasetin dan parasetamol.
c.    Derivat-derivat pirozolon: antipirin, aminofenazon, dipiron, fenilbutazon dan turunan-turunannya.
d.    Derivat-derivat antranilat: glafenin, asam mefenamat, dan asam nifluminat.
         Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal dan juga reaksi-reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau pada dosis besar, maka sebaiknya janganlah menggunakan analgetika ini secara terus-menerus.

Pertanyaan:
  1. Bisa atau tidak analetik narkotik dikombinasikan dengan analgetik non narkotik?
  2. Apakah golongan obat ini bisa berpengaruh terhadap mutasi gen yang berdampak pada bayi jika dikonsumsi oleh ibu hamil?
  3. Apakah pemberian obat analgesik epidural dapat dilakukan berulang?
  4. Apa perbedaan anlgetik dan antipiretik?   

Komentar

  1. menurut saya analgetik narkotik dan non narkotik bisa dikombinasikan asalkan tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan tubuh

    BalasHapus
  2. Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat kak yanti ,
      Jadi, analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi

      Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan thalamus.

      Hapus
  3. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 3
    pemberian analgesic epidural bisa diulang apabila efeknny sudah mulai menurun. nmaun tidak dijelaskn batas maksimalny.kalau boleh diasumsikan, rata2 pain killer seperti analgesic bertahap cukup lama tapi tergantung dr bnyk faktor. biasa nya dokter akan suntikan ini pada saat si ibu sudah tidak bisa menahan lagi rasa sakit saat menjelang kelhran bayi. akan tetapi keputusan ttp di tangan dokter yg menangani persalinan bayi tsb

    BalasHapus
  4. menurut saya obat analgetik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran saedangkan antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi seperti demam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap saya setuju dengan maliza namun pada obat analgetik biasanya bisa mempunyai aktivitas menghilangkan nyeri dan antipiretik ( menurunkan suhu tubuh)

      Hapus
  5. saya akan coba menjawab no 4.
    analgetik merupakan obat untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. sedangkan antipiretik merupakan obat untuk menurun kan panas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN • Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H 1 , H 2 , dan H 3 • Berdasarkan hambatan pada reseptor khas , antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu ; antagonis H 1 , antagonis H 2 , dan antagonis H 3      ANTAGONIS H1   Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin H1.        Antagonis H1 dievaluasi berdasarkan kemampuannya menghambat kejang karena induksi histamin pada secarik ileum marmot terpisah      Antagonis H1 bermanfaat untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca     Ar : gugus aril ( fenil , fenil tersubsitusi , dan                  heteroaril ) Ar ’ : gugus aril kedua R dan R’ : gugus alkil X : gugus isosterik , sepe...

OXAMNIQUINE

OXAMNIQUINE Obat ini sangat efektif hanya untuk S.mansoni. Dosis sekali 12-15 mg/kg/hari. Ada juga yang memberikan 40-60 mg/kg/hari dosis terbagi 2 atau 3 selama 2-3 hari, diberikan bersama makanan.angka kesembuhan 70-95%.  Pada awal 1960-an satu-satunya obat yang tersedia adalah lucanthone trisiklik dan antimonial seperti stibocaptate. Namun kedua obat ini memiliki efek samping yang cukup besar. Pada tahun 1964, Pfizer memprakarsai sebuah proyek yang bertujuan untuk mengembangkan obat baru bagi penyakit schistosomiasis, lalu ditemukanlah obat oxamniquine.      Oxamniquine sekarang diketahui menghambat sintesis asam nukleat di sel skistosomal. Mekanisme aksinya diduga melibatkan aktivasi enzim sulphotransferase yang ada pada sel parasit. Setelah oxamniquine terikat pada site aktif dari enzim schistosomal gugus hidroksil dirubah menjadi ester sulfat. Dimana struktur akhir yang terbentuk adalah sebuah zat alkilasi yang akan mengalki...

ketokonazole

KETOKONAZOL               Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang dapat diberikan per oral. Ketokonazol diabsorbsi dengan baik melalui oral yang menghasilkan kadar yang cukup untuk menekan pertumbuhan berbagai jamur. Dengan dosis oral 200 mg, diperoleh kadar puncak 2-3 mcg/ml yang bertahan selama 6 jam atau lebih. Absorbsi akan menurun pada pH cairan lambung yang tinggi, atau bila diberikan bersama antasida atau antihistamin H 2 . Setelah pemberian oral, obat ini dapat ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, air ludah, kulit yang mengalami infeksi, tendon, dan cairan sinovial. Ikatan dengan protein plasma 84% terutama dengan albumin, 15 % diantaranya berikatan dengan sel darah dan 1% terdapat dalam bentuk bebas. Sebagian besar obat ini mengalami metabolisme lintas pertam. Diperkirakan ketokonazol diekskresi kedalam empedu, masuk ke usus dan sebagian kecil saja yang diekskresi melalui urin; semuanya dalam bentuk metabolit tidak ...